MUI: Pelarangan Takbir Keliling Sama dengan Pengerdilan Agama Islam
Photo © Antaranews/Irwansyah Putra
Imbauan berisi larangan dari Polda Metro Jaya kepada umat Islam untuk tidak melakukan takbir keliling mendapat tentangan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Wakil Sekjen MUI Tengku Zulkarnaen mengatakan, alasan Polda Metro Jaya melarang takbir keliling mengada-ada.
Menurut dia, takbir keliling termasuk salah satu sunnah dalam ajaran Islam. Karena perayaan malam Lebaran tidak hanya sekadar dilakukan di mushalla dan masjid, bisa juga dilakukan di jalan demi syiar. Karena itu, ia sangat keberatan kalau sampai dilarang.
“Alasan pelarangan takbir keliling ini sama saja pembangkangan terhadap ajaran Islam. Kalau dilarang, ini pengkerdilan agama Islam,” kata Tengku, Selasa (6/8) seperti diberitakan Republika.
Ia mengatakan, jika takbir hanya diizinkan dilakukan di mushalla, sama saja polisi mengurung umat Islam. Itu lantaran Islam sebagai mayoritas agama masyarakat Indonesia tapi tidak lagi bebas disyiarkan. Tentu hal itu menggelitiknya lantaran tidak adil jika gerak-gerik kaum Muslim malah dibatasi ketika menyambut perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Tengku mengingatkan, kepolisian hendaknya mencabut larangan takbir keliling. Kalau tidak bisa muncul opini negatif kalau Polri melakukan pandang bulu dalam mengeluarkan kebijakan. Karena pada malam tahun baru, seluruh masyarakat tumpah ruah ke jalan malah tidak dilarang.
Bahkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sampai ikut larut dalam perayaan tahun baru. Karena itu, ia menilai aneh ketika umat merayakan tahun baru Islam cenderung dibatasi.
“Polri seperti mengkerangkeng umat Islam, tapi membiarkan umat lain bebas merayakan malam tahun baru,” kritik Tengku.
Ia mengaku bisa memahami, kadang ada masyarakat yang berbuat kurang baik ketika melakukan takbir keliling di jalan raya. Namun hal itu lebih baik dikoordinasikan dengan ulama, pengurus masjid maupun ketua RT/RW setempat. Sehingga masyarakat yang ingin mengekspresikan perayaan penyambutan Lebaran bisa menjalankannya dengan baik.
Dengan koordinasi yang baik dan langkah antisipatif, kata dia, segala hal negatif yang muncul bisa ditangani dengan baik. Hal itu sudah dicontohkan semasa kepala Polda Metor Jaya Untung S Rajab yang mau bekerja sama dengan seluruh komponen umat Islam. Sehingga, pada masa itu tidak ada larangan bagi kaum Muslim yang ingin menggelar takbir keliling.
“Ibaratnya kami ingin supaya tertib agar hal negatif bisa diminimalisasi, bukan diberangus seperti sekarang,” ujar Tengku.
Sementara itu, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam dalam rilis kepada Islampos.com, Selasa (6/8) mengatakan, “Takbir Keliling adalah bagian dari syiar yang dianjurkan.”
Doktor hukum Islam ini mengingatkan, bagi umat Islam yang ingin melakukan takbir keliling tentu harus tetap menjaga ketertiban, keamanan, dan kekhidmatan.
“Bahwa larangan takbir keliling tidak relevan, ahistoris, dan tidak memahami utuh masalah sosial keagamaan. Bisa jadi lalai, perlu diingatkan. Semoga tidak punya agenda lain,” urainya.
Dan sudah menjadi tugas petugas keamanan melakukan pengamanan, bukan melarang takbir keliling yang bagian dari syiar Islam.
“Aparat keamanan harus melakukan pengamanan terhadap pelaksanaan syiar agama di malam Idul Fitri,” terangnya.
“Pengurus masjid, ormas, pejabat, perlu mengkoordinasikan pelaksanaan takbir keliling,” tambahnya.
Sumber : http://news.fimadani.com/read/2013/08/07/mui-pelarangan-takbir-keliling-sama-dengan-pengerdilan-agama-islam/
0 Response to "MUI: Pelarangan Takbir Keliling Sama dengan Pengerdilan Agama Islam"
Posting Komentar